Jika kita mengira selama ini tradisi Gladiator hanya ada di
eropa pada zaman romawi, itu salah. Di pulau jawa, khususnya di daerah Kediri
dan Blitar, pernah ada sebuah tradisi yang terkesan kejam dan menyeramkan yaitu
"Rampog Macan" atau "Rampokan Macan". Lebih jelasnya
silahkan disimak dibawah ini ya gan.
ASAL MUASAL
Rampokan Macan atau Rampog Macan adalah tradisi yang populer
di daerah Kediri dan Blitar pada sekitar akhir abad ke-19. Tradisi ini
dilakukan untuk merayakan Lebaran atau dalam Bahasa Jawa disebut Bakda, yaitu
pada tanggal 1 Syawal. Tradisi ini dilakukan dengan membunuh Harimau Jawa atau
Macan Tutul hasil tangkapan penduduk desa dengan menggunakan tombak, mirip
seperti tradisi Gladiator dari Romawi.
Ketika tradisi ini masih dilakukan, Harimau Jawa masih
sering di jumpai di hutan-hutan pinggir desa. Dan harimau-harimau itu sering
mengganggu masyarakat, mereka sering memangsa hewan ternak milik para penduduk
bahkan terkadang mereka memangsa manusia. Oleh sebab itu pemerintah Hindia
Belanda menyuruh para petani untuk menangkap harimau-harimau tersebut dan kalau
perlu di bunuh. Dan setiap harimau yang berhasil ditangkap, maka yang
menangkapnya akan di beri imbalan 10 sampai 50 gulden, tergantung ukuran harimaunya.
Para penduduk mulai menangkapi harimau-harimau untuk tradisi
ini sejak Bulan Ruwah atau Bulan Puasa. Para penduduk memasang perangkap
dihutan dengan umpan berupa kambing atau anjing. Kemudian harimau-harimau yang
berhasil tertangkap dikurung dalam kandang dan menunggu untuk dibunuh.
RANGKAIAN ACARA
Para priyayi bersiap dengan berdandan memakai kampuh dan
kuluk menjelang pukul 8. Mereka membawa tikar atau alas duduk masing-masing dan
duduk lesehan. Lalu tak lama setelah itu mereka mulai memasuki Paseban atau
tempat untuk menghadap para pembesar. Mereka berjalan ke Paseban dengan
diiringi oleh Gendhing Monggang dengan di payungi untuk melindunginya dari
terik matahari. Para priyayi akan diterima oleh bupati di Paseban dengan salam
selamat datang. Dan para pembesar dari negeri seberang menyampaikan penghormatannya
terhadap bupati. Kemudian dilanjutkan dengan arak-arakan menuju pendopo.
Acara selanjutnya adalah diadakan do’a selamat oleh Penghulu
di Masjid. Sebelumnya, telah dibawakan hidangan-hidangan dari pendopo. Setelah
itu, para priyayi akan kembali beristirahat dan mengganti pakaian mereka.
Kemudian mereka menduduki tempat yang telah disediakan menurut golongan,
wilayah, dan pangkat-nya. Sedangkan para tamu dari negeri seberang menonton
dari atas panggung.
Selanjutnya, para lurah bersiaga dengan tombaknya masing
masing. Membuat barisan dengan jarak 30 cm dan melingkari arena. Membuat hingga
4 - 5 lapis barisan. Berjejer mulai dari tombak yang paling pendek di depan
hingga yang lebih panjang di belakang. Bupati dengan menunggang kuda mengatur
barisannya setelah patih dan para mantri memasuki barisan secara serentak.
Setelah barisan rapi, maka Bupati akan menaiki panggung dan menandai dimulainya
acara rampogan ini.
Tepat pada puku 12, Gandek atau orang yang bertugas untuk
melepas harimau diberi isyarat. Orang yang menjadi Gandek adalah Kepala Desa
yang paling pemberani menghadapi macan. Setelah memberi penghormatan kepada
Bupati, Gandek naik ke atas kerangkeng macan yang berukuran 2 meter kubik yang
terbuat dari batang Pohon Aren atau besi. Lalu Gandek menebas pantek bambu yang
merupakan segel kerangkeng. Selanjutnya ia pun turun, lalu tali pengikatnyta
ditarak dan melepas papan penutupnya sehingga berantakan menimpa harimau yang
ada di dalamnya.
Harimau yang keluar awalnya terlihat bingung, mungkin karena
silau atau pusing karena tertimpa papan kerangkengnya. Para penonton pun mulai
bersorak dengan maksud membuat harimau berlari ke arah barisan penombak.
Harimau yang berlari ke arah penonton pun menjadi sasaran empuk bagi ratusan tombak
yang berbaris. Harimau yang terluka parah kemudian menjadi sasaran bagi ratusan
tombak.
Terkadang ada juga harimau yang berhasil lolos. Jika sudah
begini, maka para penonton yang tidak membawa tombak pun berhamburan
menyelamatkan diri. Situasi pun menjadi tidak karuan, ada yang kehilangan anak,
teman, ada yang sampai kecelakaan, bahkan ada yang sampai menjadi sasaran
pencopet.
PELARANGAN
Akhirnya, disinyalir tradisi ini sebagai penyebab
berkurangnya jumlah Harimau Jawa dan Macan Tutul di pulau Jawa. Maka dari itu,
pemerintah Hindia Belanda kemudian melarang tradisi ini di tahun 1905. Semenjak
pelarangan tradisi ini, perayaan lebaran pun menjadi tak seramai dan semeriah
biasanya. Namun pada akhirnya, salah satu dari spesies itu pun punah, yaitu
Harimau Jawa.
sumber : http://www.kaskus.co.id/thread/5129a0700975b41274000005/rampog-macan-gladiator-asli-dari-tanah-jawa/
No comments:
Post a Comment